Home

Rabu, 13 Januari 2010

TULISAN (dongeng seorang penulis) Part 1

Aku memulai bercita cita menjadi penulis saat aku tau apa itu "penulis", aku tak pernah ingat kapan persisinya, tp seingatku aku pernah membaca sebuah buku diperpustakaan sekolahku saat kelas 3 SD, sebuah buku bergambar yang bercerita tentang seorang anak perempuan yang pemalas, dan jorok. dan anak perempuan itu bertemu dengan seorang peri yang cantik di sebuah taman yang sangat indah dipenuhi pohon-pohon dengan buah buahan yang ranum dan segar dan bunga bunga yang bermekar indah, sang peri berkata bahwa kamu boleh memakan semua buah yang ada disini tapi sebelumnya kamu harus mencuci tangan. tapi si gadis tak mengikuti apa kata sang peri, dia petik buah apel dengan warna merah ranum yang begitu menggiurkan, saat buah apel itu ingin ia masukkan kedalam mulut, tiba-tiba tangannya beku seperti es. saat si gadis berusaha menggerakkan tangannya, semakin tangan itu beku dan kaku.

buku yang aku ingat berisi 40 halaman itu, menjadi favorit teman-temanku! buku itu dipinjam selama berhari-hari, secara bergantian, bahkan brebutan hingga sampulnya sobek persis di wajah peri yang cantik jelita. aku meneyelesaikan membaca buku itu selama 5 menit, dengan masih berdiri di depan rak buku perpustakaan saat aku menemukannya buku bergambar tanpa nama penulis dan yang aku pun lupa judulnya itu diantara buku-buku pelajaran yang disetiap sudutnya bertuliskan "Milik Negara Tidak untuk Diperdagangkan". tapi aku tak mengerti kenapa teman-temanku butuh waktu berhari-hari untuk membacanya. padahal buku itu hanya berisi dua kalimat disetiap halamannya.

saat itu aku lebih suka membaca buku yang penuh dengan tulisan, tapi tidak dengan angka-angka. nilai matematikaku tak pernah kurang dari nilai 10, tapi entah mengapa aku tidak suka membaca buku-buku pelajaran matematika, aku lebih mengerti penjelasan guru dengan coretan-coretan dipapan tulis hitam berdebu.

Aku bosan dengan buku-buku yang ada diperpustakaan yang hampir semuanya bergambar dan penuh dengan angka! yang bahkan lembaran-lembarannya mulai berhamburan, hilang, dan sebagian jadi pembungkus nasi kuning di kantin sekolah yang harganya 300 perak perbungkus.

didesaku aku tak mengenal toko buku, sebagian besar buku yang saya baca adalah buku perpustakaan sekolah, dan buku yang aku temukan dirumah entah itu dilaci, lemari pakaian, di kolong tempat tidur yang tadinya adalah penyangga kaki-kaki ranjang biar seimbang, bahkan setiap pagi aku sarapan nasi kuning 300 perak dikanting sekolah sambil membaca bungkusannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan komen ya!